Showing posts with label Profil Pengusaha. Show all posts
Awal mula usaha Cak Oney bisa dikatakan sebagai musibah yang membawa berkah. Setelah di-PHK oleh tempatnya bekerja dulu, Cak Oney bersama teman karibnya, Pak Supri yang seorang mantan Chef di hotel terkemuka, akhirnya sepakat untuk membuka usaha kuliner dengan hidangan berbahan jamur tiram.
Setelah lebih kurang dua tahun mencari kombinasi bumbu dan teknik pengolahan yang pas, akhirnya Cak Oney memutuskan untuk memakai resep yang paling disukai orang-orang terdekatnya. Uniknya, sate jamur Cak Oney seringkali dikira sebagai sate ayam karena rasa dan teksturnya yang legit menggugah selera. Tidak hanya lezat, hidangan ini juga memiliki nutrisi yang sangat baik, yaitu kandungan omega yang tinggi dan tanpa kolesterol.
Sate Jamur Cak Oney menggunakan resep rahasia yang dikombinasikan dengan bahan-bahan terbaik pilihan seperti rebusan jamur, dan bawang putih. Untuk melengkapi hidangan ini, sate disajikan dengan bumbu kacang dan kecap Bango. Saat ini, dengan menggunakan jalur promosi modern seperti Facebook, usaha Sate Jamur Cak Oney semakin berkembang. Meskipun saat ini masih berupa usaha rumahan, rata-rata dalam satu hari Cak Oney dapat menjual 1000 tusuk sate, dengan pelanggan dari berbagai wilayah Indonesia seperti Bali bahkan Pekanbaru.

Bahan untuk Sate:
300 gram jamur tiram, dibersihkan, dipotong memanjang

Bumbu yang Dihaluskan:
2 siung bawnag putih panggang
1 siung bawang merah segar
3 biji cabai rawit merah (jumlah tergantung selera)
5 butir merica putih

Bahan Lainnya:
½ sdm Kecap Manis Bango
½ sdm saus tiram
½ sdm kecap ikan
1 sdm mentega
1 buah kuas untuk memoles
10 buah tusukan sate

Cara Membuat:
  1. Panaskan kukusan, kukus jamur hingga agak layu, sisihkan.
  2. Dalam wadah, campurkan semua bahan-bahan bumbu
  3. Tusuk jamur tiram yang sudah dikukus untuk dijadikan sate
  4. Dengan kuas, olesi sate jamur dengan bumbu tadi
  5. Siapkan alat bakaran, bakar sate hingga setengah matang, kemudian olesi kembali bakaran jamur dengan bumbu tadi lalu dibakar lagi sampai kecoklatan dan benar-benar matang. Angkat, dan sisihkan
  6. Lengkapi piring saji dengan irisan kol dan tomat, letakkan sate jamur lalu siram dengan bumbu kacang atau bisa juga menyajikannya dengan sambal kecap.
  7. Tambahkan Kecap Manis Bango sebagai penyempurna cita rasa sate jamur
Sumber
Mengawali sebuah usaha memang tak hanya mengandalkan modal uang. Lihat saja kesuksesan Selvia Nurlia sang owner Kek Pisang Villa yang sekarang ini bisa sukses menjadi seorang jutawan berkat resep cake pisang dari sang nenek.
Mengawali bisnis Kek Pisang Villa sejak tahun 2007, tentunya kesuksesan Selvia saat ini tidak serta merta Ia dapatkan dengan mudah. Setelah memutuskan menikah pada tahun 2004, Selvia Nurlia memilih melepaskan pekerjaannya dan fokus mengurus keluarga sembari membangun usaha sendiri.
Berbagai macam usaha bahkan pernah Ia rintis bersama sang suami tercinta yang bernama Denny Delyandri. Dengan modal kompor minyak tanah hadiah pernikahan mereka, Selvia dan sang suami pernah berjualan kerupuk dan menjajakannya ke rumah-rumah makan di sekitar Batam, namun bisnis tersebut tutup karena kurangnya tenaga produksi. Selanjutnya, Ia mencoba membuat kue-kue pasar yang dijajakan di kantin-kantin, namun lagi-lagi usaha ini gagal karena Selvia tidak sanggup jika semuanya dikerjakan sendiri.

Pantang Mengerah Dalam Merintis Usaha

Meskipun sudah gagal dua kali, Selvia dan sang suami pantang menyerah dalam merintis sebuah usaha. Setelah beberapa kali mengalami jatuh bangun, Selvia kemudian mencari-cari ide bisnis dan akhirnya Ia memutuskan untuk berjualan cake pisang yang resepnya Ia dapat dari sang nenek. Resep cake pisang buatan sang nenek sangat digemari di kalangan keluarganya, jadi Selvia berpikir jika tidak laku maka cake tersebut bisa dimakan sendiri atau dibagikan ke beberapa tetangga.
Saat memulai bisnis kue ini, Selvia hanya menggunakan peralatan sederhana yang sudah dimilikinya, seperti oven dan beberapa loyang. Cake pisang yang sudah jadi kemudian dikemas dalam kardus dan dijajakan ke karyawan-karyawan yang bekerja di dekat kediaman Selvia. Setiap satu kardus cake pisang dihargai Rp 3.000,00, dan ternyata produk cake pisang ini mendapat respons yang sangat baik, sehingga Selvia pun akhirnya mempekerjakan beberapa karyawan untuk membantunya memproduksi cake pisang.
Melihat perkembangan bisnisnya dari hari ke hari sangat positif, penjualan Kek Pisang Villa  turut mengalami peningkatan hingga berkali-kali lipat. Setelah mendapatkan pesanan dari seorang teman yang berkunjung ke kota Batam dengan jumlah yang cukup banyak untuk dibawa ke Medan sebagai oleh-oleh, Selvia kemudian memiliki ide brillian  untuk menjadikan cake pisang buatannya sebagai oleh-oleh khas Batam.

Mulai Meretas Kesuksesan Dari Kek Pisang Villa

kek-pisang-villa
Kegigihan serta kejelian Selvia dan suaminya dalam menciptakan oleh-oleh khas Batam ini ternyata menuai hasil yang cukup manis. Ia mendapat apresiasi dari walikota Batam dan media-media setempat mulai tertarik meliput usahanya. Tak puas dengan kesuksesannya memperkenalkan resep cake pisang dari sang nenek, pengusaha sukses kelahiran Tanjung Uban,11 Agustus 1980 ini kemudian menciptakan berbagai varian rasa cake pisang seperti misalnya mixed fruit, blueberry, keju pandan, cheese naga, blackforest, green tea, brownies, marble, bolu kemujo, dan choconut. Produk Kek Pisang Villa ini dijual dengan harga yang cukup beragam, mulai dari Rp 38.000,00-Rp 45.000,00 per loyang.
Seiring dengan semakin dikenalnya Kek Pisang Villa di kalangan masyarakat luas, banyak orang yang tertarik untuk bermitra dan membuka cabang cake pisang Villa. Namun untuk mempertahankan ciri khas Kek Pisang Villa sebagai produk oleh-oleh khas Batam, sampai saat ini Selvia menetapkan bahwa setiap mitra hanya boleh membuka cabang di daerah Batam. Terbukti, dengan tujuh cabang yang Ia miliki di Daerah Batam, sekarang ini Selvia dan Denny bisa meraup omzet hingga 10 milyar setiap bulannya.
Semoga informasi usaha sukses berkat kelezatan resep cake pisang ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh masyarakat Indonesia untuk segera terjun di dunia usaha.
Dikenal sebagai salah satu sentra ternak sapi perah, Kabupaten Boyolali tentunya memiliki potensi susu sapi yang sangat melimpah. Mata pencaharian masyarakat sekitar yang rata-rata berprofesi sebagai peternak sapi perah, menjadikan kapasitas produksi susu sapi di daerah tersebut bisa mencapai angka 110 ton setiap harinya. Kondisi inilah yang kemudian menginspirasi Noviyanto untuk mengolah susu sapi Boyolali menjadi produk keju lokal yang rasanya tak kalah bersaing dengan produk-produk keju internasional.
Mengawali roda bisnisnya pada tahun 2009, lelaki berusia 33 tahun ini sebelumnya terlibat di Lembaga Donor Pemerintah Jerman bernama Deutscher Entwicklungsdient (DED) yang saat itu terjun ke Kabupaten Boyolali untuk memberikan pelatihan bagi peternak sapi mengenai pemanfaatan hasil susu. Noviyanto yang waktu itu berperan sebagai asisten seorang ahli produksi olahan susu dari DED yang bernama Benjamin Siegl, sedikit banyak ikut belajar bagaimana cara mengolah susu menjadi keju. Pengalaman inilah yang kemudian menguatkan tekad Noviyanto untuk merintis pabrik keju lokal di seputaran Kabupaten Boyolali.

Kisah Awal Merintis Usaha

Dengan mengusung Indrakila sebagai nama usahanya, Noviyanto mengumpulkan dana sekitar Rp 500 juta dari 19 orang investor untuk membangun pabrik keju di Dukuh Karangjati, Karanggeneng, Boyolali, Jawa Tengah. Memanfaatkan sedikitnya 500 liter susu yang dipasok dari para peternak sapi yang tergabung dalam Koperasi Serba Usaha (KSU) di Boyolali, setiap harinya Noviyanto bisa memproduksi 50 kilogram keju lokal yang rasanya tak kalah lezat dengan citarasa keju buatan pasar internasional.
pengusaha keju
pengusaha keju
Lulusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Solo ini memproduksi tiga jenis keju yang terdiri dari keju mozarela, keju keraf, serta keju feta yang sekarang ini telah dipasarkan secara ritel ke beberapa supermarket. Produk ini sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sehingga jangkauan pasar keju buatan Indrakila telah berkembang hingga Pulau Bali, Semarang, Yogyakarta, dan Kota Solo. Dengan dibandrol berkisar antara Rp 85.000-Rp 135.000 per kg, Indrayanto bisa mengantongi omzet minimal Rp 60 juta dalam sebulan.
Dengan membidik para pelaku industri serta ekspatriat yang menyukai keju lokal, Noviyanto berharap agar suatu saat nanti keju lokal bisa lebih diterima masyarakat Indonesia sehingga bisa memajukan perekonomian para peternak sapi perah di Boyolali. Kerjakerasnya dalam meracik resep keju yang pas serta perjuangannya mendapatkan lisensi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kini telah membuahkan hasil manis sehingga Noviyanto menjadi salah satu pengusaha sukses yang berhasil mengolah susu boyolali menjadi produk keju unggulan.
Semoga profil pengusaha sukses yang kami angkat pada pekan ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh masyarakat Indonesia untuk segera terjun di dunia usaha. 
Jangan mengira karena tinggal di sebuah kota kecil, lantas kita tak bisa sukses menjadi seorang pengusaha. Contohnya saja seperti Rudik Setiawan, pengusaha muda asal Desa Klampok, Singosari, Malang yang belakangan ini mulai sukses menjadi juragan tahu organik dengan omzet ratusan juta rupiah setiap bulannya.
Jika sebelumnya tahu hanya dianggap sebagai makanan rakyat yang dijual di pasar-pasar tradisional dengan kisaran harga yang sangat murah, maka lain halnya dengan pengusaha muda asal Malang ini yang tertarik membuat panganan tahu berbahan kedelai organik, yang rasanya lebih enak, tidak sangit, tidak masam, dan juga lebih sehat karena tidak menggunakan bahan pengawet.
Mengawali karir bisnisnya sejak duduk di bangku kelas 3 SMA, dulunya Rudik hanya menginvestasikan modal sebesar Rp 25 juta ke pabrik tahu yang ada di sekitar rumahnya. Namun memasuki tahun 2003, pabrik tahu tersebut mengalami kebangkrutan dan sang pemilik pabrik kabur membawa seluruh modal usaha dan hanya meninggalkan seluruh kewajiban yang tersisa. Dengan sisa semangat yang Ia miliki, ayah tiga anak ini berhasil mengumpulkan uang kembali dari hasil menjual ampas tahu dan tanah milik orang tuanya untuk menyelesaikan kewajiban yang ditinggalkan partner bisnis sebelumnya.
Bermodalkan uang sisa sebesar Rp 15 juta dari hasil menjual tanah, pada tanggal 29 Mei 2004 silam Rudik berusaha untuk bangkit dan menggandeng anak muda di sekitarnya yang masih menganggur untuk dididik dan diberikan keahlian khusus untuk bisa memproduksi tahu organik maupun tahu non organik.

Info Produk Tahu Pelangi

Mengusung Tahu Pelangi sebagai brand produknya, Rudik gencar mengkampanyekan gerakan hidup sehat, terutama terkait anjuran mengonsumsi  produk makanan yang tidak menggunakan bahan pengawet. Dibawah naungan perusahaan tahu RDS yang sengaja Ia namai dari singkatan nama ketiga buah hatinya (yaitu Rasendria El Furqonia, Dzufairo El Kamila dan  Muhammad Sirhan Syahzani), setiap harinya alumni jurusan Matematika Universitas Brawijaya Malang ini rutin memproduksi tahu organik dan tahu non organik untuk memenuhi kelas pasar yang berbeda.
Biasanya untuk tahu non organik dijual Rudik dengan kisaran harga sekitar Rp 1.400,00/pcs, sedangkan tahu organik kualitas biasa (berlabel Pelangi warna merah) dapat dijual Rp 3.000,00/pcs, dan tahu organik kualitas lebih tinggi (berlabel pelangi warna hijau) biasa dipasarkan ke swalayan atau supermarket dengan kisaran harga sekitar Rp 6.000,00/pcs. Meskipun dari segi harga tahu organik dibandrol lebih mahal dibandingkan tahu-tahu biasa, namun tahu pelangi buatan RDS tersebut masih terus diburu oleh ibu-ibu kelas menengah ke atas yang peduli akan budaya hidup sehat.
pengusaha muda
pengusaha muda
Dengan menggandalkan promosi dari mulut ke mulut, perkembangan bisnis tahu organik yang dirintis Rudik mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hingga pada akhirnya pada tahun 2009 yang lalu dirinya dinobatkan sebagai juara II Wirausaha Muda Mandiri (WMM) kategori Mahasiswa Pascasarjana & Alumni bidang usaha industri dan jasa. Sejak menerima penghargaan tersebut, omzet usahanya  naik 3 kali lipat dari penghasilan sebelumnya. Kalau dulunya per bulan hanya meraup omzet sekitar Rp 50 juta, saat ini omzetnya sudah mencapai Rp 150 juta dengan kapasitas produksi 2.000-2.500 unit tahu per hari.

Bisnis Sampingan Turunan Produk Tahu

Tak hanya itu saja, pengusaha sukses ini juga mampu mengolah limbah padat pembuatan tahu (ampas kedelai) menjadi pakan ternak, tempe gembos, kecap, tepung ampas, dan kue. Sedangkan limbah cairnya (asam kedelai atau whey) diolah untuk pengasaman sari kedelai pada proses pembuatan tahu, minuman untuk ternak sapi, cuka masak, nata de soya, pupuk cair dan biogas dengan kapasistas produksi 7.000 liter per hari.
Kecerdasannya dalam membaca peluang dan keberaniannya dalam membidik segmen pasar yang berbeda, menjadi kunci sukses keberhasilan lelaki 29 tahun ini dalam mengembangkan bisnis tahunya. Kini tak hanya omzet ratusan juta rupiah yang berhasil Ia raih, Rudik juga bisa melanjutkan pendidikannya hingga jenjang S2 dan mendapat banyak penghargaan atas prestasi yang telah Ia torehkan.
Semoga profil pengusaha muda sukses menjadi juragan tahu organik ini bisa memberikan tambahan motivasi dan inspirasi bisnis bagi para pemula yang hendak terjun di dunia usaha. Sebab, setiap orang memiliki peluang yang sama untuk bisa meraih kesuksesan. Maju terus UKM Indonesia dan salam sukses!
Terbuat dari singkong, gatot dan tiwul merupakan makanan tradisional dari Gunungkidul, Yogyakarta. Bila dulunya gatot dan tiwul selalu diidentikan dengan makanan khas golongan kelas bawah, sekarang ini makanan yang terbuat dari singkong kering (gaplek) ini menjadi salah satu oleh-oleh yang digemari para wisatawan.
Salah satu pengusaha yang sekarang ini sukses menjadi produsen gatot dan tiwul di Gunungkidul adalah Tuminah. Wanita paruh baya yang akrab dipanggil Yu Tum ini mulai mengembangkan bisnis gatot dan tiwul pada tahun 1985 silam. Awalnya Ia menjajakan panganan gatot, tiwul, dan makanan tradisional khas Gunungkidul lainnya dengan cara berkeliling kampung.
Dari usaha kecil-kecilan yang Ia jalankan, lambat laun Yu Tum mampu mengumpulkan modal lebih besar sehingga di tahun 2004 yang lalu Ia bisa membuka toko sendiri yang berlokasi di Jalan Pramuka No.36 Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta.
Perlahan namun pasti bisnis makanan tradisional gatot dan tiwul yang ditekuni Yu Tum mengalami perkembangan cukup pesat. Kerja kerasnya dalam memasarkan gatot dan tiwul dari kampung ke kampung, membuahkan hasil manis setelah Yu Tum resmi membuka toko oleh-oleh di daerah Wonosari.

Melestarikan makanan tradisional Gunungkidul

makanan tradisional gunungkidulDibandrol dengan kisaran harga Rp 15.000,00 per besek (kemasan kotak dari bambu), setiap harinya toko oleh-oleh Yu Tum ramai pelanggan dan mendatangkan omzet penjualan yang terbilang cukup besar.  Di akhir pekan biasanya Yu Tum menghabiskan sekitar 70 kilogram tepung gaplek, sedangkan di hari-hari biasa rata-rata memiliki kapasitas produksi sekitar 50 kilogram per hri. Dari hasil penjualan produknya, sedikitnya Yu Tum bisa mengantongi omzet sekitar Rp 3 juta hingga Rp 4 juta dalam sehari. Tentunya angka tersebut bisa naik hingga dua kali lipat ketika memasuki musim liburan maupun lebaran.
Meski sekarang ini Yu Tum telah menginjak usia 80 tahun, namun Ia tetap mempertahankan resep tradisional untuk memproduksi gatot dan tiwul. Sampai saat ini, Ia masih menggunakan kayu bakar dan kemasan besek untuk melestarikan budaya lokal khas Gunungkidul tersebut. Bahkan, untuk menjaga kualitas makanan tradisional yang Ia produksi, Yu Tum tidak pernah menggunakan bahan pengawet apapun. Sehingga produk gatot dan tiwul yang di produksi Yu Tum hanya bisa bertahan maksimal dua hari.
Namun, untuk menghindari kebosanan para konsumen, sekarang ini Yu Tum telah menginovasikan produk tiwul Gunungkidul dalam berbagai pilihan rasa. Seperti misalnya tiwul rasa coklat atau keju, serta gatot rasa nangka.
Kini, kreativitas dan inovasi yang diciptakan Yu Tum tak hanya mengangkat citra makanan tradisional khas Gunungkidul, namun juga mendatangkan untung besar setiap bulannya. Semoga informasi kisah sukses Yu Tum dalam memperkenalkan gatot dan tiwul Gunungkidul bisa memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh masyarakat Indonesia untuk segera terjun di dunia usaha. Maju terus UKM Indonesia dan salam sukses!
Sukses merintis usaha memang bisa dimulai dengan berbagai cara. Tak terkecuali kesuksesan yang diraih Firsty Indah di Cililitan, Jakarta yang sekarang ini berhasil menjadi produsen rendang kering dan krispi asli Padang, meskipun beliau terlahir di Kuningan, Jawa Barat.
Kendati terlahir di Daerah Kuningan, Jawa Barat, wanita berusia 44 tahun yang akrab disapa Tetty ini memang masih memiliki garis keturunan Padang sehingga Ia cukup piawai dalam mengolah masakan rendang. Dengan bimbingan sang mertua yang merupakan orang asli Sumatera Barat, kemampuan Tetty semakin terasah dan tidaklah heran bila citarasa rendang kering yang Ia produksi tak kalah bersaing dengan rendang asli buatan orang Padang.
Memiliki suami asli Payakumbuh, Sumatera Barat, sejak menikah tahun 1995 silam Tetty banyak belajar dari sang ibu mertua yang kebetulan memiliki usaha katering masakan Padang. Setelah menguasai beberapa menu masakan Padang, sekitar tahun 2003 yang lalu Ia dan suaminya yang bernama Hengki Rivando mencoba membuka bisnis rumah makan padang di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
Untuk membantu kelancaran bisnisnya, sang suami bahkan sengaja resign dari pekerjaannya untuk membesarkan bisnis makanan tersebut. Mengusung rumah makan Puti Minang sebagai nama usahanya, sayangnya sepasang suami istri ini gagal dalam merintis usaha rumah makan padang, sehingga suaminya memutuskan untuk kembali bekerja di sebuah bank.
Meski mengalami kegagalan, namun Tetty belum mau menyerah dan Ia kembali menggeluti usaha pembuatan rendang yang merupakan ciri khas masakan Padang. Bermodalkan sisa uang  tabungan sebesar Rp 2 juta yang Ia miliki, Tetty selama beberapa bulan mulai bereksperimen menciptakan racikan rending yang lezat, hingga akhirnya Ia pun menemukan formula yang tepat untuk membuat rendang kering khas Padang yang mampu bertahan hingga tiga bulan lamanya.
dendeng-baladoMenggunakan Rendang Datuk sebagai brand produknya, sekarang ini setiap bulannya Tetty bisa menghabiskan sedikitnya 500 kg daging sapi untuk diolah menjadi rendang kering. Bahkan tidak hanya itu saja, Ia juga mengolah sekitar 200 kg paru dan 1.000 butir telur menjadi rendang krispi yang rata-rata produknya dibandrol Tetty dengan harga Rp 40.000,00 sampai Rp 250.000,00 per toples. Dari bisnis rending yang Ia jalankan saat ini, tidaklah heran bila Ia bisa meraup omzet sekitar Rp 150 juta setiap bulannya. Bahkan, omzet tersebut bisa naik hingga 10 kali lipatnya jika memasuki musim Lebaran Idul Fitri dan Lebaran Haji.
Pasalnya, belakangan ini Ia mulai memasarkannya secara online sehingga konsumen yang memesan Rendang Datuk tidak hanya masyarakat lokal namun juga menjadi salah satu obat rindu bagi para perantau yang sekarang ini menetap di luar negeri. Sampai hari ini Ia mengaku telah mengirimkan produk Rendang Datuk hingga ke Benua Australia, Amerika, Eropa, dan Timor Leste. Tidak hanya itu saja, produk rendang tersebut juga mulai dipesan para jamaah Indonesia yang hendak berangkat umroh maupun haji.
Kekuatan citarasa rendang yang ditawarkan serta daya tahan produk yang relatif lama, menjadikan produk rendang kering dan krispi ini diterima pasar dengan baik dan mendatangkan untung besar setiap bulannya. Semoga informasi kisah pengusaha sukses, berjualan rendang kering via online ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca dan menjadi salah satu inspirasi bisnis yang bisa dijalankan para pemula yang sedang bingung mencari peluang usaha. Maju terus UKM Indonesia dan salam sukses!
Copyright © 2013 Pengusaha Muda Sukses Bersama.